468x60 Ads

Rabu, 02 Mei 2012

Indahnya berdo’a


Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Bagaimana keadaan saudara-saudariku sekalian? Mudah-mudahan dalam keadaan baik, akan menjadi baik dan selalu baik, Allohuma amin Yaa Dzal Jalali wal Iqrom.
Indahnya berdo’a, adalah pembicaraan positif yang akan kita selami lebih dalam pada tulisan kali ini. Sebelum kita bahas, izinkan saya untuk berbagi ilmu tentang berpikir positif. Kita tentunya dapat menggunakan pikiran kita untuk menilai sesuatu, mengingatnya, maupun mengeluarkannya melalui mulut. Tapi saudaraku, alangkah baiknya bila kita senantiasa menggunakan akal kita untuk hal-hal positif saja. Karena kita yakin, positif baik untuk kita. Dan kita pun
yakin, positif disukai oleh orang lain juga.Yang ingin saya sampaikan adalah, yuk kita buang jauh-jauh pikiran kita dari yang negatif-negatif. Kita bisa mulai dengan cara tidak memenuhi pikiran kita, dengan yang negatif-negatif. Bergosip, jangan dilakukan. Mengeluarkan kata-kata yang kurang dan tidak sopan, jangan dilakukan. Mengambil apa-apa yang negatif, jangan dilakukan. Sebagai gantinya, kita membicarakan hal-hal yang baik bila sedang berbincang dengan seseorang. Kita dapat ilmu yang bermanfaat untuk kita dari hal positif seseorang. Kita juga sangat bisa untuk mengeluarkan kata-kata manis dan bermanfaat kepada seseorang. Mengucapkan salam saat bertemu teman, astagfirullah saat kaget, alhamdulillah saat mendapat kemudahan. Lalu saat menonton suatu film, ambil yang positifnya. Tokoh utama rajin bekerja tapi tidak sholat, kita ambil yang rajin bekerjanya saja. Tokoh utama “culun” tapi berilmu, kita ambil sifat berilmunya itu, dan seterusnya. Kita yakin positif berguna untuk kita, dan disukai orang lain, maka dari itu mulailah penuhi pikiran dan perbuatan dengan yang positif, dan mulai dari sekarang. Dan dengan penyempurna usaha kita lagi, bahwa nilai positif sebagai seorang muslim harus kita ukur melalui syariat kita. Bila kita seorang muslim, maka kita yakin syariah kita adalah pengatur hidup kita. Syariah baik untuk kita, dan non muslim.
Perumpamaan do’a
Saya jadi teringat oleh kata-kata seorang Kyai yang pernah menyejukkan hati muslim Indonesia, namun ditakdirkan untuk turun popularitasnya di media. Yaitu Aa Gym. Kita membahas tentang hal yang positif disini, dan ada kata-kata positif yang datang dari beliau. Do’a adalah perumpamaan sebuah pupuk yang menyuburkan tanaman, sedangkan usaha kita adalah bibitnya. Maksudnya adalah, do’a itu adalah penyubur usaha kita. Ini artinya kita memerlukan bibit agar hasilnya ada. Yang ingin ditekankan disini adalah, kita sering kali dengan ketidaktahuan kita terus berdo’a untuk meraih sesuatu tapi tanpa melalui usaha. Dengan perumpamaan pupuk dan bibit ini, kita menyadari bahwa do’a saja tidak cukup. Apa yang akan tumbuh jika kita hanya menebar pupuk tanpa bibit? Dan dengan perumpamaan ini, kita pun menyadari bahwa kita akan menuai hasil dengan menanam bibit ditanah, tapi tanaman kita akan lebih subur dengan adanya pupuk. Pupuk disini artinya berkah untuk usaha kita. Sebagai seorang muslim, berkah adalah hal yang sangat penting karena menyangkut keridho’an Alloh SWT. Mengapa kita harus makan sampai tak bersisa? Karena kita tidak tahu, bagian dari makanan yang mana yang memiliki berkah. Dibidang usahapun, kita bisa meraih berkah Alloh, yaitu dengan cara berdo’a. Usaha sukses atau tidak, berkah sudah kita usahakan. Bukankah Alloh Maha Kaya? Bukankah Alloh menyenangi orang yang berdo’a kepada-Nya? Ini menandakan seorang hamba membutuhkan Alloh. Ini juga menandakan hamba itu tidak menyekutukan Alloh dengan berdoa’ selain kepada-Nya.
Pernahkah kita berdo’a kepada-Nya tapi tidak berhasil? Kita berdo’a sedemikian rupa, shubuh sampai isya kita berdo’a. Pun diiringi dengan dzikir dan sholawat kepada nabi. Karena kita tahu, Alloh menyenangi orang yang bersholawat kepada nabi-Nya. Tapi kita menemui kegagalan. Mengapa do’a kita tidak kunjung juga dikabulkan? Sabar saudaraku. Jangan langsung vonis bahwa Alloh tidak Maha Mendengar. Jangan langsung vonis Alloh tidak sayang kepada kita. Saya sering berpikir tentang manusia, mengapa mereka sering berpikir terbalik? Manusia itu orang lain dan saya sendiri. Kita meyakini bahwa Alloh Maha Benar. Maka dari itu mestinya kita pun harusnya yakin Alloh Maha Mendengar dan Penyayang. Tapi kenapa do’a kita tetap tak terkabul? Berarti yang salah adalah kita. Karena kita yakin seyakin-yakinnya Alloh Maha Benar, maka yang salah adalah kita. Bukankah kita juga semua tahu bahwa manusia tempatnya salah? Tidak ada alasan untuk menghujat Alloh. Dan sangat banyak alasan untuk menghujat manusia karena sangat mungkin manusia itu berbuat salah. Oleh karena itu saudaraku, mulai sekarang berpikirlah secara jernih, pihak mana yang selalu benar, dan pihak mana yang sangat mungkin bisa salah.
Pengalaman tentang do’a
Mungkin ada yang bertanya, mengapa tidak membahas tentang tata cara berdo’a? Terus terang saja saya tidak berani untuk membicarakannya karena saya tidak mengetahui detail tentang tata cara berdo’a. Saya akan membagi pengalaman saja kepada anda. Dan membahas tentang indahnya berdo’a. Saya memiliki pengalaman yang tidak mengenakkan tempo hari. Saya mendapat orderan untuk membetulkan sebuah komputer waktu itu. Komputer itu begitu kecil, namun dengan predikat desktop (komputer dekstop = komputer rumahan pada umumnya). Pemiliknya bilang komputer itu dibeli dari Abu Dhabi. Wah, ini barang import kata saya dalam hati. Karena peralatan tidak saya bawa, jadi saya memutuskan untuk menaruh komputer itu di warnet dekat kantor saya. Beberapa hari saya tidak kesana sampai pada hari jum’at saya menemukan barang tersebut sudah raib alias hilang. Saya sangat kaget waktu itu. Saya tidak bisa membayangkan untuk mengganti barang import itu. Apakah saya harus pesan langsung dari luar negeri, sedangkan keuangan saya sangat terbatas waktu itu. Tadinya saya sangat percaya bahwa warnet tersebut aman, karena sebelumnya, saya menaruh laptop untuk diservis dan diletakan begitu saja ditempat sholat, dan aman-aman saja. Namun tidak terjadi pada waktu itu, barang tersebut raib. Sebelumnya saya sudah memberitahukan kepada orang tersebut kerusakan apa dan berapa hari barang sudah bisa diambil. Pada saat hari H, saya belum juga bisa menemukkan alat untuk membetulkannya, jadi saya bilang kepada client saya itu untuk menunggu hingga jum’at. Namun saat hari jum’at komputernya hilang. Integritas dan kehormatan saya diragukan. Tentu saja. Pada saat itu saya bingung, apa yang harus saya lakukan. Pikiran liar kesana kemari. Waktu sudah telat, kini masalah lebih besar, komputer hilang. Pada saat itu saya tidak menghubungi orang yang dimaksud karena tidak tahu harus berbuat apa. Sampai suatu malam, secara tidak biasa, teman-teman kantor saya datang kerumah saya. Saya sungguh heran, tidak biasanya mereka datang kerumah, malam-malan pula. Mereka menyampaikan kepada saya bahwa client saya tersebut tadi datang ke warnet sambil marah-marah. Hati saya yang panik sekarang makin panik mendengarnya. Apa yang harus saya lakukan ya Alloh. Malam itu saya tidak bisa tidur, bagaimana cara menjelaskan yang terbaik kepada bapak itu. Sampai kepada suatu shubuh, jalan terakhir saya adalah berdo’a kepada Alloh. Saya pagi-pagi pergi ke mesjid. Bermunajat kepada Alloh, berdzikir, mengaji, sampai waktu dhuha. Karena pada waktu itu saya mengetahui, bahwa itikaf dari shubuh sampai dhuha pahalanya sama dengan ibadah haji. Maka saya mengambil kesempatan itu untuk berdo’a, agar masalah ini dipecahkan dengan baik.
Begitu damainya berdo’a kepada Alloh, berfokus kepada-Nya, khusuk, berserah diri, yakin seyakin-yakinnya. Hingga tiba waktu dhuha, saya memiliki sebuah kekuatan yang membuat saya damai dan tenang. Ini adalah sebuah keajaiban bagi seorang yang beriman. Akhirnya pada suatu siang ba’da dzuhur, saya bertemu dengan orang itu dan mengusahakan untuk menjelaskan semuanya. Alhamdulillah orang itu mengerti, dan memberi kebijaksanaan kalo saya bisa menyicil untuk mempertanggung-jawabkan kelalaian saya tersebut. Semua tanpa harus ada kekerasan. Alhamdulillah.
Lalu pengalaman yang lain, yaitu terjadi beberapa jam setelah penulisan tulisan ini. Laptop yang saya gunakan mengalami kerusakkan pada tombol On nya. Sebelumnya lebih buruk lagi, saya tidak sengaja menumpahkan sedikit air kopi ke laptop ini, sehingga membasahi touch mouse, keyboard, dan juga monitornya. Tapi alhamdulillah saya segera mematikkan aliran listrik, membalikkan laptop sehingga keyboard berada diatas. Dengan harapan air yang masih tersisa di keyboard jatuh kebawah mengenai monitor, bukan mengenai motherboard. Posisi laptop itu saya biarkan seperti itu dari malam hingga saya bangun tidur. Disetiap do’a setelah sholat saya meminta bantuan kepada Alloh. Lalu sehabis itu saya angin-anginkan laptop dengan fan. Lalu saya jemur laptop tersebut agar kering dengan sempurna. Alhamdulillah, tidak terjadi korslet. Dan laptop kembali bisa saya gunakan lagi.
Kembali pada kerusakkan tombol laptop, sebelumnya tombol ini saya rasakan sulit untuk ditekan. Karena itu saya tekan lebih keras tombol tersebut dan jadilah tombol itu merembes kedalam. Tombol tidak bisa digunakan untuk mengaktifkan laptop. Saya berpikir seribu cara. Saya merasa panik karena ini bukan laptop saya, tapi laptop operasional kantor. Bagaimana ini, sebelumnya saya tidak pernah membuka laptop. Saya pun tidak punya ilmu tentang hardware laptop. Tapi saya memutuskan untuk membongkar laptop ini hingga tombol On tersebut sesuai dengan posisi semula. Saya buka baut satu persatu, ternyata baut laptop sangatlah banyak, saya tidak menghitungnya karena perasaan panik campur banyaknya baut. akhirnya baut sudah dibuka semua. Namun ada masalah, casing laptop tetap saja tidak bisa dibuka. Saya berkeinginan untuk melihat motherboard luar dan dalam tapi saya tidak berhasil karena terhalang casing. Sekitar 75% casing sudah bisa dibuka, namun anehnya ada yang tidak bisa dibuka. Saya tidak tahu bagaimana membukanya, jikalau dipaksa, maka beresiko akan patah. Dan saya tidak melakukannya. Dengan adanya kejadian ini, saya mengetahui, bahwa rangka laptop dan tombol On laptop sangatlah kuat dan berkualitas (setidaknya laptop yang saya gunakan ini). Hampir terasa akan patah casing laptop tersebut, tapi tetap saja tidak patah-patah. Padahal saya sudah menggunakan obeng untuk membuka paksanya. Dan tombol On, saya sudah mengoreknya dengan menggunakkan gunting kuku, tapi tetap saja tidak patah-patah. Ilmu lagi yang saya dapat bahwa, saya mengetahui dimana posisi harddisk, posisi RAM dan cara mencabutnya, lalu posisi WLAN dan cara mencabutnya.
Tombol On tidak juga bisa diakses dengan membuka casing. Karena itu, saya mengorek-ngorek dari jalan samping laptop diantara celah casing. Saya bisa mengubah posisi tombol tersebut, namun tetap gagal pada saat tombol ditekan. Tombol tersebut tidak kembali ke keadaan semula. Adzan dzuhur berkumandang, karena saya merasa do’a lebih penting dari pada membetulkan laptop, dan saya berkeyakinan berdo’a dapat membantu usaha saya membetulkan laptop, maka saya bersegera untuk sholat. Pada saat saya bersujud saya berdo’a kepada Alloh, agar laptop tersebut dimudahkan untuk saya perbaiki. Saya mengetahui bahwa do’a yang dilakukkan saat bersujud sangat di ijabah. Lalu saya pun teringat kata-kata musrif saya. Jika berdo’a, hendaklah melebarkan tangan selebar-lebarnya. Saya sebenarnya tidak percaya dengan itu. Karena dalam masalah khilafiyah tata cara berdo’a ini, saya berada di posisi tidak menengadahkan tangan. Melainkan lebih kepada berdo’a saat sujud. Tapi pada saat itu, saya mencoba cara berdo’a tersebut. Toh ini masalah para alim ulama, para mujtahid, dan tidak ada salahnya mencoba. Saya menengadahkan tangan selebar-selebarnya seperti Rasulullah SAW melakukannya pada suatu perang.
Saya kembali memperbaiki laptop tersebut. Masih dalam keadaan semula, casing tidak bisa dibuka, dan tombol tidak mau menurut ke posisi yang seharusnya. Keadaan tersebut sampai pada waktu ashar. Tapi alhamdulillah, dengan cara yang tidak bisa saya ketahui, tiba-tiba saja tombol tersebut bisa terpasang lagi. Saya sungguh tidak menyangka, dan sungguh tidak tahu, bagaimana hal itu bisa terjadi. Tombol sudah terlihat rusak karena saya korek-korek dengan ujung penghalus dari gunting kuku. Tapi sekarang posisinya sudah “steady in position”. Beberapa waktu lalu tombol sudah seperti ready tapi tetap saat ditekan, tombol masuk dan tidak kembali pada posisi semula. Tapi anehnya, kali ini tidak. Tombol kembali kepada posisi. Saat ditekan terdengar bunyi “tek, tek” tanda tombol tertekan dan kembali pada posisi semula. Alhamdulillah, what a miracle. Tombol tersebut sudah bisa digunakan lagi.
Lalu sekarang langkah selanjutnya adalah mengaktifkan komputer seperti sedia kala. Saya berkeyakinan bahwa yang menjadi persoalan adalah tombol On laptop yang tidak beres, dan sekarang saya sudah berhasil menempatkan pada posisinya. Namun saya ragu, bagaimana mungkin laptop yang sudah saya bongkar ini itu, dan sudah beberapa item didalamnya saya bongkar, tapi tetap bisa aktif. Saya merasa ragu karena saya belum pernah melakukan sebelumnya. Laptop sudah saya bongkar. Dan bukan laptop saya pula. Lengkaplah penderitaan saya jikalau benar-benar rusak.
Lalu saya mencoba untuk menekan tombol On laptop tersebut. Listrik sudah saya hubungkan. Dan alhamdulillah laptop masih bisa aktif. Saya bersujud syukur saat itu. Tapi ada lagi yang menjadi masalah. Laptop saat memasuki sistem operasi, laptop kembali mati. Saya berasumsi bahwa tombol On tersebut masih dalam keadaan menekan tombol On yang ada didalam motherboard. Maka dari itu memerintahkan laptop tersebut untuk mengaktifkan, dan menon-aktifkan secara terus menerus. Saya menekan sedikit, laptop aktif dan mati. Begitu seterusnya. Saat masuk BIOS keadaan sedikit tenang. Tetapi laptop mati lagi. Berarti ini bukan masalah software, ini masih masalah teknis sebelumnya, yaitu tombol On. Disini segi spiritual saya teruji. Yaitu bagaimana kita menempatkan Alloh sebagai pihak yang menolong, dan keyakinan bahwa segala kejadian memiliki hikmah, dan hikmah dari rusaknya laptop ini saya diberi pelajaran untuk mempelajari laptop itu sendiri. Saya berkeyakinan bahwa Alloh ingin saya tahu tentang laptop, tidak hanya komputer desktop. Sungguh jika bukan karena iman, saya sudah menyerah dan berpikir kemana-mana. Berpikir terbalik seperti yang dibahas diatas. Tapi saya tetap bersabar. Waktu ashar menggema, tanda sholat mesti didirikan. Saya pun bersegera melakukannya. Sama seperti tadi, saya menengadahkan tangan selebar-lebarnya untuk berdo’a agar Alloh memberi “kesembuhan” bagi laptop tersebut. Beberapa waktu kemudian saya menyalakan kembali laptop tersebut. Aktif, lalu mati lagi. Aktif dan mati lagi. Saya sungguh diuji kesabarannya. Saya sungguh harus belajar. Karena itu saya mempelajari tentang tombol tersebut. Akhirnya alhamdulillah, tombol bisa saya kenali, bagaimana menghidupkan, bagaimana tombol masih berada pada posisi menekan, bagaimana pada posisi tidak menekan. Dan hingga tulisan ini dibuat, laptop ini masih dalam keadaan “terkendali”, alhamdulillah. Do’akan ya semoga keadaan ini terus berlanjut. Allohuma amin. Syukran.
Hikmah yang bisa dipetik
Tulisan saya kali ini sungguh seperti blog tentang komputer ya. Maaf, bukan maksud saya. Tapi saya sungguh ingin berbagi kepada anda, tentang indahnya sebuah do’a. Karena bila saya perhatikan, do’a itu suatu yang sangat indah bila dilakukan dengan benar. Saya bagaikan mendapat karomah dari Alloh SWT. Saya tidak menyebutkan mukjizat karena mukjizat hanya untuk para nabi. Bagaimana mungkin saya yang melakukan tanpa ilmu, hanya usaha yang diselingi do’a bisa melakukan hal yang diluar kemampuan saya. Sungguh betul pengertian do’a, bahwa dia adalah pupuk penyibur bibit. Kita berusaha layaknya bibit, lalu do’a menyuburkan usaha kita. Alhamdulillah.
Disini saya mendapatkan pelajaran yang berharga, bahwa do’a yang benar, berakibat bahagia. Saya yang tadinya pusing tujuh keliling, dengan usaha dan do’a berubah menjadi puas, berilmu, dan tenang. Alhamdulillah. Saya tidak tahu bagaimana berdo’a dengan benar karena saya hanya mengetahui teorinya saja. Dengan adanya pengalaman ini, saya sadar, tentang pentingnya cara berdoa yang baik. Mungkin pada saat tadi, saya benar melakukan do’a. Saya pun tidak tahu mana yang benar pada do’a saya, karena itu mungkin dengan peristiwa ini Alloh menegur saya, bagaimana tata cara berdo’a dengan baik. Karena jika itu dilakukan dengan benar, maka do’a-do’a yang selama ini saya panjatkan akan sangat mungkin terjadi. Allohuma amin.
Saudaraku, kalo tadi saya berbicara tentang pengalaman, maka sekarang saya ingin berbagi tentang ilmu tentang doa. Begini, jika kita berdo’a kepada Alloh, maka akan ada dua yang pasti terjadi. Do’a sukses didapat dan juga tidak sukses didapat. Mengenai kata “tidak” ini, penting digaris bawahi. Bahwa tidaknya Alloh itu bermakna ditunda, ataupun digantikan dengan yang lain. Yakinlah saudaraku bahwa, Alloh SWT mengetahui yang terbaik bagi kita. Maka ingatlah posisi ini. Alloh Maha Mengetahui, sedangkan kita tidak mengetahui. Karena Dia Mengatahui, maka cukuplah bagi kita untuk sangat percaya, bahwa apa yang terjadi sungguh sudah Alloh perhitungkan dengan sangat masak. Maka dari itu sangat logis jikalau kita berserah diri terhadap apa saja yang diputuskan-Nya. Yakinlah bahwa, jika do’a kita tidak sukses, pasti ditunda, ataupun akan digantikan dengan yang lebih baik sesuai yang terbaik menurut Alloh. Tetaplah pada posisi Dia Maha Mengatahui sedangkan aku tidak mengetahui melainkan terbatas.
Itulah keindahan do’a. Do’a akan membuat lebat daun dari bibit yang kita tanam. Menyehatkan tumbuhannya, memperbanyak buahnya, sehingga bermanfaat. Dengan do’a membuat berkah usaha kita. Diberikan jalan yang terbaik menurut Alloh. Tidak melanggar syariatnya. Berimbas pada yang lainnya. Menghindari kita dari syirik kepada-Nya. Melindungi kita dari yang haram karena pilihan Alloh adalah yang terbaik.
Berdo’a kepada siapa
Mungkin ini pertanyaan bodoh bagi seorang muslim, namun saya ingin berbagi tentang mengapa do’a non muslim pun sukses didapat olehnya? Mereka do’a sembuh, sukses mereka sembuh. Mereka ingin sukses berkarier, sukses mereka berkarier. Dan seterusnya. Sebagai seorang muslim, tentunya kita berdo’a hanya kepada Alloh. Tidak kepada Nabi Muhammad SAW sekalipun. Tidak kepada para wali. Dan seterusnya. Lalu sebagai seorang musrikin, sangat wajar bagi mereka untuk berdo’a kepada manusia yang dianggap tuhan, kepada nenek moyang dan leluhur, kepada setan, kepada iblis, kepada dajjal, kepada patung, kepada sapi, kepada hewan lainnya, kepada gunung, kepada matahari, kepada nama tuhan yang sebenarnya belum disepakati bersama sesama kaumnya, dan sebagainya. Itu hak mereka. Itu keyakinan mereka. “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”, QS Al Kaafiruun [109]:6. Saya ingin mengutip perkataan Doktor Sanihu Munir, seorang teolog muslim, yang berbicara tentang psikologi. Anda bisa mendengarkannya disini. Beliau mengatakan bahwa, kekuatan untuk menyembuhkan, untuk sukses, untuk yakin adalah sebuah operasionalisasi dari sebuah hukum psikologi yang kita atur sedemikian rupa untuk tujuan kita. Kekuatan untuk sembuh sebenarnya ada dalam pikiran bawah sadar manusia. Namun, misalnya pada saat kita sakit, kekuatan tersebut menurun sehingga kita tidak percaya, kita akan sembuh. Maka dari itu dibutuhkan seseorang untuk menguatkan kita, memotivasi kita untuk sembuh, dan lain sebagainya. Kita tentunya pernah merasa sangat yakin pada suatu hal sehingga kita sangat yakin bisa meraihnya. Itu adalah bentuk operasionalisasi sugesti bidang psikologi yang kita lakukan untuk sukses sehingga kita yakin bisa meraih kesuksesan tersebut. Anda bisa membaca artikel blog ini yang berjudul “Kekuatan Pikiran”.
Jika sudah begini, maka kita mengetahui, semua agama bisa melakukan suatu keajaiban penyembuhan, semangat, keyakinan dan lain sebagainya, tanpa harus tahu kepada siapa kita berdoa. Malah untuk orang ateis, tidak berdo’a pun dia bisa sukses. Asal yakin dan percaya saja. Ini adalah bentuk operasionalisasi sugesti psikologi pikiran. Lalu mungkin ada yang bertanya, mengapa kita mesti bertuhan jikalau kita bisa meraih semua yang kita inginkan? Lalu bila kita percaya tuhan, mengapa kita harus bersekat-sekat membeda-bedakan diri dengan orang lain dengan mengikuti agama tertentu dan tidak beribadah sesuai agama yang lain? Toh semua agama benar-benar bisa membuat kita meraih apa yang kita inginkan. Ini adalah pemikiran orang ateis dan orang liberal, mengapa demikian, karena sebagai seorang muslim, kita wajib hanya berdo’a dan bertuhan kepada Alloh saja. Dikabulkan atau tidak, ketaatan kitalah yang membedakan dengan mereka. Namun bagi seorang non muslim, lain lagi ceritanya. Mereka berpikir, untuk apa kita beragama islam, sedangkan agama lain pun bisa membuat kita meraih segala sesuatu. Seorang Islam bernama Al Ghozali pernah berkata bahwa, akal adalah laksana mata, sedangkan wahyu adalah laksana matahari, apalah artinya sepasang mata jika tanpa cahaya, dia akan melihat dalam kegelapan. Benar sekali, sebagai seorang muslim kita mengimani bahwa kita memerlukan wahyu disamping akal. Sehingga membuat pemikiran kita terarah berdasarkan petunjuk Alloh. Masalah ateis ini lebih baik dari pada masalah liberal. Orang liberal, mengenal istilah pluralitas sebagai pluralisme, yaitu suatu pemikiran plural dimana antara kelompok dengan kolompok lainnya tidak boleh saling mencap yang lain salah. Ini pun berimbas pada bidang agama, agama Islam tidak boleh mencap agama lain salah karena ini realitas zaman kekinian. Semua agama itu berbeda-beda namun menuju pada tuhan yang sama, seperti perumpamaan sebuah jari-jari roda, menuju pada poros yang satu yaitu tuhan. Liberalisme sungguh lebih berbahaya dibanding ateisme karena bahasa yang mereka gunakan sangat intelek dan terlihat berwibawa dan sangat meyakinkan. Sulit untuk membedakan mana muslim yang zuhud, mana yang sebenarnya tersesat tapi berkedok seorang berilmu tinggi. Namun alhamdulillah sudah banyak para ulama zuhud yang menjawab tantangan liberalisme ini. Insistnet.com salah satunya.
Nah, jika kita sudah mengetahui mana pertanyaan orang ateis, mana pertanyaan orang liberal. Sekarang kita membahas tentang pertanyaan seorang muslim yang kurang pengetahuan. Setidaknya ini yang terjadi pada saya beberapa tahun lalu. Dan mungkin akan sangat bermanfaat untuk dibagi bersama pembaca sekalian. Yaitu pertanyaan, jika semua agama merasa mereka paling benar dari agama lain? Maka bukankah itu bisa membuat sebuah perpecahan yang terus menerus? Bagaimana meyakini bahwa agama ini yang benar, agama itu yang salah???
Seperti predikat kita sebagai seorang muslim, kita tentunya sangat yakin bahwa kita yang paling benar. Sesungguhnya ini pertanyaan yang sangat serius, apakah anda yakin dengan kebenaran Islam??? Jika ya, maka anda akan sangat yakin dan percaya, bahwa Islam benar-benar rahmatan lil alamin, penebar rahmat untuk semua. Pembawa kedamaian. Pembawa berkah langit dan bumi. Pembawa kemakmuran. Pembawa kesuka-citaan. Dan banyak lagi keindahan Islam untuk semesta alam. Maka dari itu, jika semua agama sudah pada posisinya, bahwa mereka berkeyakinan agama merekalah yang paling benar, maka langkah selanjutnya adalah, claim siapa yang paling benar. Dengan berdiskusi. Saya sangat senang melihat acara diskusi seperti contohnya saat diskusi bertema Al-quran dan Injil dibidang ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh DR. William Cambbell dan DR. Zakir Naik, anda bisa menontonnya disini.
Link dari nomor satu
http://www.youtube.com/watch?v=nCuFTJHrRbQ
Link tanya jawab ahli dimulai
http://www.youtube.com/watch?v=lFFBKRptChY
Disana terlihat aturan main tentang diskusi dengan tertib. Para ahli menjelaskan makalahnya didepan umum. Para penonton mendengarkan dengan tertib. Para ahli diberi pertanyaan dan diberi waktu untuk menjawab, saat ahli tersebut menjawab, ahli lain dan penonton diam untuk mendengarkan. Tertib sekali. Isi yang disampaikan bisa menjadi pelajaran bagi kita, mana yang paling benar. Kita pun bisa mengecek sendiri referensi para ahli tersebut.
Jika berkaitan dengan sirah nabawiah, sikap “merasa paling benar” ini terjadi pada saat zaman Nabi, dimana saat itu dakwah Nabi SAW sudah sangat berkembang di Mekah, sehingga petinggi-petinggi quraish merasa sangat penting untuk membujuk beliau. Quraish terpaksa membiarkan dakwah Nabi SAW, tetapi dengan syarat, Nabi harus mengakui tuhan-tuhan mereka, maka mereka akan mengakui tuhannya orang Islam. Mendengar hal itu, Nabi pun menjawab sebagai berikut:
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” – QS AL KAAFIRUUN (ORANG-ORANG KAFIR), SURAT KE 109, ayat 1-6.
Maka jelaslah, kepada siapa kita mesti berdo’a.
Semoga apa yang saya sampaikan ini bermanfaat bagi saya sendiri khususnya, dan bisa diambil hal yang positif untuk para pembaca sekalian. Mohon maaf atas segala kesalahan tulisan ini. Sungguh saya hanyalah manusia yang sangat mungkin salah.

Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warrahatullahi wabarakatuh.


Muhammad Nafis Abdullah
jalanroda[at]gmail.com

0 comments:

Posting Komentar

Silakan isi box ini jika ingin berkomentar